MAKALAH
ASUHAN
KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, DAN BALITA
“
Kejang ”
Dosen
Pengampu : Vitrianingsih S.SiT
KELAS
A.86
KELOMPOK
2
CUT NANDA NOVITASARI 11150228
NI MADE SRI DEWI W.S 11150241
EVA LESTARI 11150242
DARMA YANTI LESTARI 11150248
NI KADEK EMA SUSANTI 11140251
MULIANA 11150258
YAMAN AYU M. P. ASIR 11150021
PRODI DIII KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada penyusun sehingga makalah Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi, dan Balita
ini yang berjudul “Kejang ” dapat selesai dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan.
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus,
bayi, dan Balita, dimana sumber materi diambil dari beberapa media pendidikan
guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan disampaikan.
Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca.
Semoga makalah
ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi pembaca. Akhir kata penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Yogyakarta, Maret 2013
Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejang merupakan gangguan neurologis
yang lazim pada pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6
kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab yang paling sering untuk rujukan
pada prektik neurologi anak. Adanya gangguan kejang tidak merupakan diagnosis,
tetapi gejala suatu gangguan system saraf sentral (SSS) yang memerlukan
pengamatan menyeluruh dan rencana manajemen. Penyakit ini juga menjadi salah
satu masalah sistem saraf pusat yang banyak terdapat pada neonatus. Kejadiannya
meliputi 0,5% dari semua neonatus baik cukup bulan maupun kurang bulan.
Beberapa etiologi sering hidup
berdampingan di anak-anak mereka dan karena itu penting untuk mengesampingkan penyebab umum seperti
hipoglikemia, hipokalsemia, meningitis sebelum memulai terapi spesifik.
Pendekatan yang komprehensif untuk menejemen kejang neonatal ditunjukan pada
periode neonatal yaitu keadaan darurat yang berpotensi signifikan dalam
perkembangan ke otak dewasa. Diagnostic dan terapeutik intervensi harus jadi
dibentuk segera.
Angka kejadian kejang pada neonates
terjadi lebih tinggi pada bayi kurang bulan (3,9 %) pada bayi dengan usia
kehamilan <30 minggu. Di Amerika
serikat, angka kejadian kejang pada neonates belum jelas terdeteksi,
diperkirakan sekitar 80-12- per 100.000 neonatus petahun. Perbandingannya
antara 1-5:1000 angka kelahiran. Menurut SDKI 2002-2003 angka kematian pada
neonatus di Indonesia menduduki angka 57% dari angka kematian bayi (AKB)
sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka
pada kesempatan ini penulis membatasi masalah yang akan di bahas mengenai neonates
risiko tinggi dan penatalaksanaannya yaitu kejang.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
untuk mengetahui tentang kejang pada neonates dan bagaimana cara
penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Kejang
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau
dalam 28 hari sesudah lahir.
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi
motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak.
Kejang pada bayi baru
lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau dalam 38 hari sesudah
lahir. Kejang ini merupakan tanda penting akan
adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala
sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebabnya diketahui, penyakit ini
harus segera diobati.
Kejang neonatus
tidak sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik
klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan
akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus.
2.2. Tanda dan Gejala
Kejang bukanlah suatu penyakit
tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang
ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit
lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa
yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus segera di
obati. Hal yang paling penting dari
kejang pada bayi baru lahir adalah mengenal kejangnya, mendiagnosis
penyakit penyebabnya dan memberikan pertolongan terarah, bukan hanya mencoba
menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.
Tanda-tanda kejang pada bayi baru
lahir dapat berupa tremor, hiperaktif, kejang-kejang, tiba-tiba menangis
melengking, tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran,
gerakan yang tidak menentu (involuntary
movements) nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal, gerakan seperti
mengunyah dan menelan. Oleh karena itu Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan
bervariasi, sering kali kejang pada bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang
belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi
baru lahir apabila berangsur berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan
kemungkinan Manifestasi kejang.
2.3. Klasifikasi Kejang
Volpe (1977) membagi kejang pada bayi lahir sebagai berikut :
a.
Bentuk kejang yang
hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak
diketahui sebagai kejang. Terbanyak di neonatus berupa :
1.
Deviasi horizontal
bola mata.
2.
Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3.
Gerakan dari pipi dan
mulut, seperti menghisap-hisap, mengunyah, mengecap, dan menguap
4.
Apnea berulang
5.
Gerakan tonik tungkai
6.
Gerakan mengunyah, salivasi berlebihan, perubahan pola
pernafasan termasuk apneu, berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh
pedal , dan perubahan warna.
Setiap gerakan yang tidak biasa pada
neonatus, bila berlangsung beurlang-ulang dan periodic perlu dipikirkan
kemungkinan dari kejang.
b. Kejang klonik
Kejang klonik berlangsung selama 1-3 detik, teralokasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dapat di sebabkan trauma fokal. BBL
dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan kepala untuk
mengetahui adanya perdarahan otak, kemungkinan infark serebri.
Kejang klonik multifokal sering terjadi pada bbl, terutama bayi
cukup bulan dengan BB > 2500 gram.
Bentuk kejang : gerakan klonik
berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya secara tidak
teratur. Kadang-kdang kejang yang satu dengan yang lainnya bersambungan, dapat
menyerupai kejang umum.
c. Kejang tonik
Terdapat pada BBLR, masa kehamilan
kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat.
Bentuk kejang :
Ø Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan
menyerupai keadaan dekortikasi.
Ø Ditandai dengan
postur tungkai dan badan yang kaku, dan kadang disertai dengan deviasi mata
yang tetap.
d. Kejang mioklonik
Gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadi cepat, gerakan menyerupai
reflex moro.
Ø Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada
neonatus.
Ø Jingkatan jingkatan
setempat atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang cenderung melibatkan
kelompok otot distal.
2.4. Penyebab Kejang
Sebanyak 10-30% tidak diketahui etiologinya, dan sebaliknya tidak jarang
ditemukan lebih dari satu penyebab kejang pada neonatus.
1. Gangguan vascular
a) Perdarahan berupa petakie akibat anoxia dan asfiksia yang terjadi pada
intraserebral atau intraventrikuler
b) Perdarahan akibat trauma langsung, yaitu berubah perdarahan di subaraknoid
atau di subdural
c) Thrombosis
d) Penyakit perdarahan seperti defisiensi vit K
e) Syndrome hiperviskositas
2. Gangguan metabolism
a) Hipokalsemia
b) Hipomagnesemia
c) Defesiensi dan ketergantungan akan piridoksin
d) Aminoasiduria
e) Hiponatremia
f) Hipernatremia
g) Hiperbilirubinemia
3. Infeksi
a) Meningitis, sepsis
b) Ensefalitis
c) Toxoplasma congenital
d) Penyakit ‘cytomegalic inclusion’
4. Kelainan congenital
a) Porensefali
b) Hidransefali
c) Agenesis sebagian dari otak
5. Lain-lain
a) Narcotic withdrawal
b) Neoplasma
c) Dan sebagainya
Trauma lahir dan
asfiksia
a. Kejadian perinatal
termasuk komplikasi kelahiran dapat menyebabkan kejang pada neonatus. Demikian
pula faktor ibu : plasenta previa, solutio plasenta, preeklamsia, sedasi
berlebihan à asfiksia dan trauma lahir. Kelainan obstetrik yang paling
banayka menyebabkan kejang pada neonatus adalah
tersering adalah preeklamsia dan gawat janin.
b. 15% dari 80 bayi
asfiksia menderita kejang.
c. Asfiksia
menyebabkan kerusakan langsung susunan SSP berupa degenrasi dan nekrosis atau
tidak langsung menyebabkan kerusakan endotel vaskular dengan akibat perdarahan
petakie.
d. Tperdarahan
intrakranial sebagai trauma langsung sebagai akibat ‘moulding’ yang terlalu
hebat atau robekan dari ‘bridging vein’ yang akan menyebabkan perdarahan
subaraknoid atau paraventrikuler. Hematoma subdural biasanya mengakibatkan
gejala sesudah minggu pertama : kejang, ubun-ubun menonjol, pergerakan kurang
pada sisi kontralateral. Perdarahan retina atau subhialoid pada funduskopi patagnomik
pada kelainan ini.
e. Trauma lahir dan
asfiksia biasanya disertai gangguan metabolisme lain seperti hipokalsemia,
hipomagnesemia, dan kadang-kadang hipoglikemia.
Sinrome
hiperviskositas
a. Hiperviskositas
pada neonatus disebabkan oleh meningginya jumlah eritrosit dan dapat diketahui
dari jumlah hematokrit.
b. Gejala klinis :
pletora, sainosis, letargi, kejang.
c. Kejang pada
neonatus disebabkan oleh anoksia dari jaringan otak akibat labatnya aliran
darah dan stasis kapiler.
Hipokalsemia
a. Hipokalsemia bisa
tanpa gejala atau bersama-sama dengan hipomagnesemia dan hipoglikemia.
b. Hipokalsemia pada
kejang yang timbula dalam 4 hari pertama sering terdapat pada gawat janin,
perdarahn intrakranial, dsb. Keadaan ini biasanya disertai gangguan metabolisme
lain.
c. Hipokalsemia yang
terjadi sesudah masa itu jarang dan dapat disebabkan pelh hipoparatiroidsme
ibu, hipoparatiroidsim nenonatus idiopatik ,atau pemberian susu buatan berkadar
fosfor tinggi.
d. Diagnosis
hipoklasemia ditegakkan bila kadar kalsium <7,5mg% dan fosfor >8mg%. pada
pemeriksaan EKG : interval QoTc >20 detik.
Hipomagnesemia
a.
Biasanya bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia,
gawat janin, dsb.
b. Kerusakan otak
akibat hal ini belum jelas.
c.
Dugaan hipomagnesemia bila hipokalsemia tanpa hipofosfatemia
atau hipokalsemia yang tidak teratasi walaupun telah diberi kalsium.
Hipoglikemia
a. Sementara akibat
kekurangan produksi glukosa akibat kurangnya depot glikogen hepar atau
menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam amino.
b. Pada hipoksia
pembentukan energi dari glukosa menurun dengan akibat kerusakan neuron
c. Hipoglikemia dapat
terjaid pada bayi dari ibu penderita DM, BBLR, dismaturitas dan bayi dengan
penyakit umum sperti sepsis, meningitis, dsb.
d. Diagnosis
hipooglikemia ditegakkan bila 3 hari pertama sesudah lahir, 2x berturut-turut
pemeriksaan gula darah <30mg% pada neonatus cukup bulan atau <20mg% pada
BBLR. Pada umur lebih dari 3 hari kadar gula darah <40mg%
Defesiensi
piridoksin dan ketergantungan akan piridoksin
a. Jarang terjadi,
namun kejang pada jam-jam pertama sesudah lahir dapat disebabkan hal ini.
b. Penyebabnya adalah
defisiensi koenzim pembentuk GABA yang merupakan inhibitor di SSP.
c. Sekunder disebabkan
oleh kekurangan B6 yang timbul pada minggu terakhir masa neonatus dan
berhubungan dengan metabolisme abnormal triftopan.
d. Bayi kejang yang
tidak membaik dengan pemberian glukosa, kalsium, dsb dapat diberikan piridoksin
sambil dimonitor EEG.
Aminoasiduria
a. Gejala ‘inborn
error of metabolisme’ biasanya timbul lebih lambat pada neonatus, tetapi dapat
pula berlangsung fatal pada minggu pertama.
b. Kelainan tersebut
adalah : hiperglisemia, feniketonuria, penyakit ‘maplesyndrome’ dsb.
c. Diduga bila ada
riwayat kematian perinatal pada kelahiran sebelumnya atau bila bayi yang
tadinya baik memperlihatkan perubahan kesadaran dan kejang dalam 48 jam sesudah
pemberian susu.
Hipo dan
hipernatremia
a.
Perubahan kadar natrium jarang pada hari-hari pertama
kehidupan.
b. Hiponatremia dapat
terjadi pada sekresi ADH meninggi pada meningitis, sepsi, diare dan pengeluaran
keringat belebihan. Gejala : letargi, tremor, kejang, dsb.
c.
Hipernatremia pernah ditemukan pada keadaan tidak sengaja
memasukan garam ke susu karena disangka gula. Kejang terjadi karena : dehidrasi
sel otak, trombosis vena, atau perdarahan otak.
Hiperbilirubunemia
a.
Kernicterus pada hiperbilirubinemia akibat deposit bilirubin
indirek di dalam sel otak.
b. Gejala : kurang
minum, kejang tonik, ‘sunstreing’ iris mata dan hipertoni ekstensor.
c.
Prognosis kurang baik dan meninggalkan gejala sisa.
Infeksi
Infeksi kongenital : toxoplasmosis à encepalitis
Anomali kongenital
Kejang merupakan gejala pertama kelainan kongenital seperti porensefali
dan hidransefali.
Lain-lain
a.
drug withdrawal pada bayi baru lahir dari ibu kecanduan
narkotika semakin banyak.
b. Keadaan ini juga
terdapat pada bayi dari ibu yang mendapat pengobatan antikonvulsan golongan
barbiturat.
c.
Gejalanya adalah tremor, perubahan tonus, dan tangis
abnormal.
d. Kejang hanya
terdapat pada 4% bayi tsb.
2.5. Diagnosis
1. Anamnesa
v Anamnesa lengkap mengenai keadaan
ibu pada saat hamil
v Obat yang di minum oleh ibu saat hamil
v Obat yang diberikan dan yang diperlukan sewaktu persalinan
v Apakah ada anak dan keluarga yang sebelumnya menderita
kejang dan lain-lain.
v Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan
tindakan, penolong persalinan, asfiksia neontorum
v Riwayat immunisasi tetanus ibu,
penolong persalinan bukan tenaga kesehatan
v Riwayat perawatan tali pusat dengan
obat tradisional
v Riwayat kejang, penurunan kesadaran,
ada gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah, ekstremitas
v Riwayat spasme atau kekakukan pada
ekstremitas, otot mulut dan perut
v Kejang dipicu oleh kebisingan atau
prosedur atau tindakan pengobatan
v Riwayat bayi malas minum sesudah
dapat minum normal
v Adanya faktor resiko infeksi
v Riwayat ibu mendapatkan obat, misal:
heroin, metadon, propoxypen, alkohol
v Riwayat perubahan warna kulit
(kuning)
v Saat timbulnya dan lama terjadinya
kejang
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kejang
§
Gerakan
normal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstremitas
§
Tangisan
melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti
§
Ekstensi
atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata berkedip
berputar, juling
§
Perubahan
status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar menonjol, suhu tidak normal
b. Spasme
§
Bayi
tetap sadar, menangis kesakitan .
§
Trismus,
kekakuan otot mulut pada ekstremitas, perut, kontraksi otot, tidak terkendali
dipicu oleh kebisingan, cahaya atau prosedur diagnostic.
§
Infeksi
tali pusat
3. Pemeriksaan Laboraturium
Gula darah, kalsium, fospor, magnesium, natrium, bilirubin,
fungsi lumbal, darah tepi, dan kalau mungkin biakan darah dan cairan
serebrospinal foto kepala dan EEG, pemeriksaan sedapat mungkin terarah.
2.6. Penatalaksanaan Kejang
Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahir
sebagai berikut :
a. Mencari faktor penyebab kejang
(perhatikan riwayat kehamilan, persalinan, dan kelahiran, kelainan fisik yang
ditemukan,bentuk kejang, dan hasil laboratorium)
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas
dengan resusitasi
c.
Mengatasi kejang dengan memberikan
obat anti kejang-kejang (Misal :
diazepam, fenobarbital, fenotin/dilantin)
d.
Mengobati
penyebab kejang (mengobati hipoglikemia, hipokalsemia dan lain-lain)
Obat anti kejang
! Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan
perlahan-lahan sampai kejang hilang atau berhenti. Dapat diulangi pada kejang
beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada dosis pemeliharaan
! Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan
perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan
apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV pada hari pertama di
lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral dalam 2 dosis.
! Fenitoin (Dilantin)
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan
dalam 5-10 menit dapat diulangi lagi dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan
apabila kejang tidak dapat diatasi dengan fenobarbital dosis 10-20 mg/kg BB.
Sebaiknya fenitoin diberiakan 10-15 mg/kg BB IV pada hari pertama, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB IV atau oral dalam 2 dosis.
Penanganan kejang pada bayi baru
lahir
a.
Bayi diletakkan dalam tempat yang
hangat pastikan bahwa bayi tidak kedinginan. Suhu dipertahankan 36,5oC
- 37oC.
b.
Jalan nafas bayi dibersihkan dengan
tindakan penghisap lendir di seputar mulut, hidung sampai nasofaring .
c.
Bila bayi apnea dilakukan
pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu balon dan sungkup,
diberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter/menit.
d.
Dilakukan pemasangan infus intravena
di pembuluh darah perifer di tangan, kaki, atau kepala. Bila bayi diduga
dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes miletus dilakukan pemasangan infus
melalui vena umbilikalis
e.
Bila infus sudah terpasang di beri
obat anti kejang diazepam 0,5 mg/kg supositoria / IM sampai kejang teratasi,
kemudian di tambah luminal (fenobarbital 30 mg IM/IV).
f.
Nilai kondisi bayi selama 15 menit.
Perhatikan kelainan fisik yang ada.
g.
Bila kejang sudah teratasi, diberi
cairan dextrose 10% dengan kecepatan 60 ml/kg BB/hari.
h.
Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor
penyebab kejang
ª Apakah kemungkinan bayi dilahirkan
oleh ibu yang berpenyakit DM
ª Apakah kemungkinan bayi prematur
ª Apakah kemungkinan bayi mengalami
asfiksia
ª Apakah kemungkinan ibu bayi
mengidap/menggunakan narkotika
i.
Bila sudah teratasi di ambil bahan
untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor penyebab kejang, misalnya :
ª
Darah
tepi
ª
Elektrolit
darah
ª
Gula
darah
ª
Kimia
darah (kalsium, magnesium)
j.
Bila kecurigaan kearah pepsis
dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal
k.
Obat diberikan sesuai dengan hasil
penelitian ulang
l.
Apabila kejang masih berulang,
diazepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali.
ª Bila masih kejang terus, diberi
feniton (Dilantin) dalam dosis 15 mg/kgbb sebagai bolus i.v diteruskan dalam
dosis 2 mg/kgbb i.v setiap 12 jam.
ª Untuk hipoglikemia (hasil
dextrostix/gula darah <40 mg%) diberi infuse dextrose 10%
ª Untuk hipokalsemia (hasil kalsium
darah <8 mg%) diberi kalsium glukonas 10% 2ml/kgbb dalam waktu 5-10 menit.
ª Apabila belum teratasi juga, diberi
Pridoksin 25-50 mg i.v
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kejang ini merupakan tanda penting akan
adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala
sisa yang menetap di kemudian hari.
Tanda-tanda
kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor, hiperaktif, kejang-kejang,
tiba-tiba menangis melengking. Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan
kesadaran, gerakan yang tidak menentu (involuntary
movements) nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal, gerakan seperti
mengunyah dan menelan.
Volpe (1977) membagi 4 klasifikasi kejang pada bayi lahir yaitu bentuk kejang yang
hampir tidak kelihatan (subtle) , kejang klonik
multifocal (migratory), kejang tonik, kejang mioklonik.
Diagnosis kejang
dapat ditegakkan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Prinsip
dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahir yaitu mencari faktor
penyebab kejang, menjaga jalan nafas tetap bebas dengan resusitasi, mengatasi
kejang dengan memberikan obat anti kejang-kejang, mengobati penyebab kejang.
Saran bagi patugas kesehatan sebaiknya lebih meningkatkan kewaspadaan
dari tanda gejala kejang dan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan. Kita dapat
melakukan konseling bagi para orang tua bayi tentang bagaimana mengenali tanda
dari kejang itu.
Saran bagi
pembaca bila menemui tanda gejala kejang sebaiknya segera membawa bayinya ke
petugas / tempat pelayanan kesehatan terdekat. Karena bila gejala dari kejang
itu terlambat diatasi dapat menjadi manifestasi bagi penyakit yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Vivian, N.L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: Selemba Medika
Muslihatun, W.N. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Fitramaya
Sudarti, Endang
Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Sudarti, Afroh,, F. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika
http//mega-purnama-sari.blogspot.com/2012/kejang-pada-bayi-baru-lahir.html?m=1
http lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/kejang-pada-bayi-baru-lahir.
html?m=1
http//pediatric-unhas.com/diagnosis-dan-tatalaksana-kejang-pada-neonatus-3.
html?m=1
http//astromedika.blogspot.com/2011/06/kejang-neonatus.
html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar